Kebahagiaan hidup dimulai dari hati kita sendiri...

Selamat datang di blog ini ! Sebuah blog yang berisi tentang banyak hal yang akan memotivasi kita agar lebih memahami makna hidup ini. Apa yang kita cari dari kehidupan ini ? Apa lagi kalau bukan "KEBAHAGIAAN". Ya, kebahagiaan itu sebenarnya bisa hadir dari dalam hati kita sendiri. Perjalanan panjang kehidupan kita di dunia ini akan dibayar dengan sebuah "KEBAHAGIAAN" setelah akhir zaman nanti. Tentunya Sang Pencipta alam semesta yang akan memberikannya untuk kita. Insya ALLAH...

Name:
Location: Jakarta Utara, DKI Jakarta, Indonesia

Tuesday, July 15, 2008

Kisah Sukses : Soichiro Honda

Amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur pada kendaraan bermerek Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merk kendaraan ini memang selalu menyesaki padatnya lalu lintas. Karena itu barangkali memang layak disebut sebagai raja jalanan.

Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri kerajaan bisnis Honda -- Soichiro Honda -- selalu diliputi kegagalan saat menjalani kehidupannya sejak kecil hingga berbuah lahirnya imperium bisnis mendunia itu. Dia bahkan tidak pernah bisa menyandang gelar insinyur. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.

Saat merintis bisnisnya, Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun, ia terus bermimpi dan bermimpi. Dan, impian itu akhirnya terjelma dengan bekal ketekunan dan kerja keras. ''Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda,'' tutur Soichiro, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengidap lever.

Kecintaannya kepada mesin, jelas diwarisi dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah. Di kawasan inilah dia lahir. Kala sering bermain di bengkel, ayahnya selalu memberi catut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya. Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906 ini dapat berdiam diri berjam-jam.

Tak seperti kawan sebayanya kala itu yang lebih banyak menghabiskan waktu bermain penuh suka cita. Dia memang menunjukan keunikan sejak awal. Seperti misalnya kegiatan nekad yang dipilihnya pada usia 8 tahun, dengan bersepeda sejauh 10 mil. Itu dilakukan hanya karena ingin menyaksikan pesawat terbang.

Bersepada memang menjadi salah satu hobinya kala kanak-kanak. Dan buahnya, ketika 12 tahun, Soichiro Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Sampai saat itu, di benaknya belum muncul impian menjadi usahawan otomotif. Karena dia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya selalu rendah diri.

Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke kota, untuk bekerja di Hart Shokai Company. Bossnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja di situ, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, Saka Kibara mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidakditampiknya.

Di Hamamatsu prestasi kerjanya kian membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya tak jarang hingga larut malam, dan terkadang sampai subuh. Yang menarik, walau terus kerja lembur otak jeniusnya tetap kreatif.

Kejeniusannya membuahkan fenomena. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik untuk kepentingan meredam goncangan. Menyadari ini, Soichiro punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia.

Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang pertama. Setelah menciptakan ruji. Lalu Honda pun ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Mulai saat itu dia berpikir, spesialis apa yang dipilih ? Otaknya tertuju kepada pembuatan ring piston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada 1938. Lalu, ditawarkannya karya itu ke sejumlah pabrikan otomotif. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring Piston buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu dan menyesalkan dirinya keluar dari bengkel milik Saka Kibara. Akibat kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal ring pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin.

Siang hari, setelah pulang kuliah, dia langsung ke bengkel mempraktekkan pengetahuan yang baru diperoleh. Tetapi, setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. ''Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya,'' ujar Honda, yang diusia mudanya gandrung balap mobil. Kepada rektornya, ia jelaskan kuliahnya bukan mencari ijazah. Melaink an pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan. Tapi dikeluarkan dari perguruan tinggi bukan akhir segalanya. Berkat kerja kerasnya, desain ring pinston-nya diterima pihak Toyota yang langsung memberikan kontrak. Ini membawa Honda berniat mendirikan pabrik. Impiannya untuk mendirikan pabrik mesinpun serasa kian dekat di pelupuk mata.

Tetapi malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana kepada masyarakat. Bukan Honda kalau menghadapi kegagalan lalu menyerah pasrah. Dia lalu nekad mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Namun lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar, bahkan hingga dua kali kejadian itu menimpanya.

Honda tidak pernah patah semangat. Dia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, untuk digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Penderitaan sepertinya belum akan selesai. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik ring pinstonnya ke Toyota . Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.

Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya akibat krisis moneter itu. Padahal dia ingin menjual mobil itu untuk membeli makanan bagi keluarganya.
Dalam keadaan terdesak, ia lalu kembali bermain-main dengan sepeda pancalnya. Karena memang nafasnya selalu berbau rekayasa mesin, dia pun memasang motor kecil pada sepeda itu. Siapa sangka, sepeda motor-- cikal bakal lahirnya mobil Honda -- itu diminati oleh para tetangga. Jadilah dia memproduksi sepeda bermotor itu. Para tetangga dan kerabatnya berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok.Lalu Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobilnya, menjadi raja jalanan dunia, termasuk Indonesia.

Semasa hidup Honda selalu menyatakan, jangan dulu melihat keberhasilanya dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya.

''ORANG MELIHAT KESUKSESAN SAYA HANYA SATU PERSEN. TAPI, MEREKA TIDAK MELIHAT 99 PERSEN KEGAGALAN SAYA,'' tuturnya. Ia memberikan petuah, ''KETIKA ANDA MENGALAMI KEGAGALAN, MAKA SEGERALAH MULAI KEMBALI BERMIMPI. DAN MIMPIKANLAH MIMPI BARU.''

Jelas kisah Honda ini merupakan contoh, bahwa sukses itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, dan hanya berasal dari keluarga miskin.
sumber: Blog Rahmadyah

(Dicuplik dari email Bapak Hendry Risjawan (hendry@car.co.id)
Monday, February 25, 2008 9:54 AM
Training & Development Dept.
PT A.J. Central Asia Raya (CAR)

Jangan Jadi Korban Law of Attraction!

Tulisan ini sengaja saya rilis, berkaitan dengan mulai berkembangnya berita atau kabar tentang korban-korban yang berjatuhan dan dianggap sebagai tumbal dari LoA (Law of Attraction).

Lebih dari itu, saya sendiri adalah seorang pembicara yang termasuk sering menyajikan seminar bertemakan Law of Attraction, dan tentunya tidak ingin "makan korban".

Tumbal, maksudnya adalah orang-orang yang "karena" menonton The Secret atau mendalami Law of Attraction, malah jadi tukang melamun dan terjauhkan dari action. Melamun dan melamun, dan saat ditanya mereka mungkin menjawab, "Saya sedang me-LoA sesuatu nih...". Gawat kan?

Atas berjatuhannya korban-korban ini, ada sebagian orang yang langsung mempertanyakan Law of Attraction, dan ada pula yang menilai bahwa pembelajarnyalah yang "salah ngelmu". Saya mungkin lebih memposisikan diri pada bagian yang kedua. Mudah-mudahan, bukan saya sendiri yang malah "salah ngelmu".Beberapa ikon universal terpenting dalam konsep Law of Attraction adalah tentang sabar, ikhlas, dan syukur. Tiga konsep ini memegang peranan penting dalam proses "meminta" atau "asking" yang digaungkan besar-besaran oleh Law of Attraction. The universe is your catalog. Just ask.Sangat mungkin, dua kalimat terakhir itulah yang menjadi "biang kerok" dan menciptakan korban, yaitu orang-orang yang justru menjadi lebih pasif, no action, thinking only, talk only, nge-LoA doang, gara-gara mendalami Law of Attraction.

Sabar, ikhlas, dan syukur melekat pada dua kelompok situasi, kelompok situasi yang pertama berkaitan dengan hal-hal yang given, dan kelompok situasi yang kedua terkait dengan action.Cacat bawaan lahir, musibah atau bencana, dan menjadi korban sebuah peristiwa, bisa jadi masuk pada kelompok situasi yang pertama. Begitu pula jika kita terlahir kaya, punya wajah cantik atau tampan, menjadi keturunan raja yang berkuasa, tiba-tiba mendapatkan hadiah undian, atau mendapatkan durian runtuh. Istilah kata, sudah dari sononya.Sepanjang sisa tulisan ini, kita belajar bersama tentang situasi kedua, yaitu situasi yang tidak dari sononya alias apa-apa yang memang menjadi wilayah "kekuasaan manusia" dalam batas-batas kemanusiaan kita.

Sebagian kecil dari "kekuasaan" itu, adalah segala kesuksesan duniawi kita. Kebahagiaan yang non fisik, pekerjaan yang memberi hasil besar, bisnis yang maju dan berkembang, uang yang banyak, tanah di mana-mana, mobil idaman, dan sebagainya.SabarSabar adalah fenomena action. Dari mana juntrungannya seseorang bisa bersabar, jika ia tidak melakukan apapun? Apa yang mau disabarin? Seseorang yang no action tidak berhak atas sabar.Dalam literatur manapun, kita akan menemukan bahwa sabar selalu dikaitkan dengan action. Sabar adalah fenomena hati yang tidak begitu saja muncul melainkan berkaitan dengan tindakan.Kita bekerja maksimal atau optimal, hasilnya belum memuaskan, kita musti sabar. Kita berhak untuk sabar karena kita sudah take action.Apakah jika kita sudah merasa bersabar, maka kemudian kita diam? Jika jawaban kita "ya", maka kita tidak berhak untuk sabar. Sabar hanya diperuntukkan bagi mereka yang terus bergerak. Sabar tidak berlaku untuk orang yang hanya diam.IkhlasIkhlas adalah fenomena action. Kita berupaya maksimal atau optimal, kemudian berhasil, dan tiba-tiba itu semua terenggut dari diri kita. Kita diminta untuk ikhlas karena semuanya cuma titipan. Ikhlas kita, terkait dengan action. Dalam hal ini kita memang berhak untuk ikhlas. Apa yang bisa kita ikhlaskan jika kita tidak melakukan apa-apa dan tidak mengalami apa-apa yang menjadi hasil tindakan kita?Kita tetap berhak untuk ikhlas, jika kita tetap bergerak. No action, kita tak berhak merasa ikhlas. Aneh sekali, jika kita mengikhlaskan sesuatu, dan kemudian tidak action untuk sesuatu yang lebih baik.

Syukur"Syukur Alhamdulillah Pak Sopa, outlet saya sudah bertambah tujuh buah di seluruh Jakarta." Jatuh dari langit? Tidak, karena itu semua tercipta dari action. Outlet pertama, outlet kedua, dan seterusnya sampai outlet ketujuh, semuanya adalah action. Dalam progress seperti itulah syukur berlaku.Jika kita menambah satu saja outlet busana kita di Jakarta, jelas-jelas itu adalah bentuk rasa syukur kita. Rasa-rasanya, sulit sekali membayangkan bahwa kita melakukan itu karena terpaksa atau karena menderita. Jika itu terjadi, maka outlet kedua hanya tercipta karena keinginan untuk survive. Hanya untuk itukah kita berbisnis? Hanya untuk sekedar survive?Rasa syukur kita, menciptakan action. Bahkan, positive action."Alhamdulillah, tahun 2008 ini akan ada banyak Power Workshop E.D.A.N. di gelar di mana-mana." Jika saya hanya ngendon di Jakarta saja, maka Power Workshop E.D.A.N. juga hanya akan ada di Jakarta saja, karena kebetulan trainernya baru saya doang.

Rasa syukur saya (Alhamdulillah...), mendorong saya makin giat menambah jadwal gelaran Power Workshop E.D.A.N. di mana-mana. Syukur menciptakan action.Jika Power Workshop E.D.A.N. masih sedikit peminatnya, saya diminta ikhlas, sabar... dan tidak tinggal diam. Saya akan melakukan sesuatu untuk merubah keadaan itu. Sabar dan ikhlas menciptakan action. Jika saya hanya diam, sabar dan ikhlas saya tidak ada artinya. Itu konyol namanya.Sabar, ikhlas, dan syukur adalah fenomena action. Action menciptakan sabar, ikhlas, dan syukur. Ketiganya, menciptakan action lanjutan. Tidak ada tempat untuk hanya sekedar melamun.Ada pendekatan yang lebih mudah untuk memahami semua ini.Awalnya, Law of Attraction berkaitan dengan cara kerja pikiran dalam menarik berbagai hal yang diharapkan. Pikiran itu kemudian akan terkait dengan perasaan, termasuk di dalamnya sabar, syukur, dan ikhlas.Diketahui, modal utama manusia untuk sukses adalah akal dan badan. Mind and body kata orang. Sementara itu, Law of Attraction lebih banyak berfokus pada fenomena pikiran. Dari sini kita bisa memahami bahwa peran Law of Attraction barulah setengah saja dalam menciptakan kesuksesan kita. Setengahnya lagi, adalah badan kita alias action.Law of Attraction adalah tentang pikiran. Artinya, ia tidak lepas dari paradigma akal yang fungsinya adalah menimbang dan memilih. Dan bicara tentang akal, maka pertanyaannya menjadi jauh lebih sederhana sekarang; masuk akalkah jika kita menginginkan sesuatu, kemudian badan kita tinggal diam dan bersiap menerima saja?Law of Attraction, tidak hanya menarik apa yang kita inginkan. Sesuai konteks mind-body, pikiran kita mestinya juga menarik tubuh untuk bergerak mengejar keinginan. Jika tidak demikian, untuk apa diciptakan badan?Jika kita mau mengembalikan semua itu kepada konsep keyakinan beragama, maka semua itu bahkan tidak lagi hanya menjadi fenomena perasaan belaka. Itu semua, adalah tentang akhlak alias sikap dan perilaku. Maka, semua itu akan menjadi begini:Sabar itu disabar-sabarin;Ikhlas itu diikhlas-ikhlasin; danSyukur itu disyukur-syukurin.Tidakkah kini kita bisa melihat dengan lebih jelas, bahwa itu semua terselip di antara action?

Boleh belajar Law of Attraction, tapi jangan jadi no action.
Semoga bermanfaat.

(Dicuplik dari email Bapak Ikhwan Sopa (ikhwan.sopa@gmail.com)
Monday, February 04, 2008 11:00 PM
Trainer E.D.A.N.
+62 21 70096855QA
CommunicationSchool of Motivational Communication

Apa Rahasia Sukses Bos-Bos Jepang ?

Pernah orang Jepang dijuluki les marchands des transistors (pedagang transistor) oleh de Gaulle. Namun sekarang mereka bukan hanya juara dunia dalam hi-fi, tetapi juga dalam microprocessor, mobil, bioindustri dan lain-lain.

Dalam sepuluh tahun terakhir produksi Jepang meningkat dua kali lebih cepat daripada Amerika Serikat. Apa rahasianya?

Berikut ini kita akan menjenguk orang-orang yang mempunyai andil besar dalam kemajuan tehnik Jepang.

Mula-mula kita jumpai Akio Morita si pencipta perusahaan Sony. Dia menyukai olahraga golf, sekaligus menjadi pengagum musikus Beethoven. Saking gandrungnya pada musik sampai-sampai di lapangan pun dia ingin bermain golf sambil mendengarkan Symphony kesembilan.
"Saya membutuhkan sebuah alat kecil dengan pengeras suara," kata Akio Morita pada anak didiknya. Tak lama kemudian tcrciptalah walkman.

Dia berusia sekitar enampuluhan, kurus, rambutnya putih dan matanya hampir kuning. Tapi ia nampak seperti umur duapuluh karena semangatnya yang tak kenal lelah.
Rumahnya di daerah kedutaan, di Tokyo. Bertingkat, dengan kebun dan sebuah kolam renang. Boleh dikata dia seorang boss Jepang yang sudah berorientasi ke Barat. Dia tak berkeberatan istrinya turut menjamu tamu dalam pakaian Barat. Tetapi, ia tetap menjalani hidup sederhana dan kekeluargaan menurut tradisi.

Setiap pagi pukul delapan tepat Akio Morita tiba di kantor. Ia selalu mengenakan seragam yang sama dengan yang dipakai anak buahnya, meskipun jas luarnya buatan Inggris. Ini untuk menunjukkan semangat demokratis yang menjiwai setiap perusahaan Jepang.

Pada tahun 1947 Akio Morita mendirikan perusahaan Sony; memasarkan transistor yang pertama, televisi berwarna pertama, dan walkman pertama. Saat ini perusahaan sedang maju-majunya, ia mengekspor 70% dari produknya. "Pasaran kami adalah seluruh dunia," katanya.
Kemajuan teknologi Jepang didorong oleh semangat untuk menyegerakan, dengan penuh kesadaran dan rasa kebanggaan. Tidak sampai dua generasi untuk mewujudkan mukjizat ini. Sebelumnya, orang Barat mengejek, Jepang hanya bisa membuat sepeda yang rodanya tidak bisa berputar dan jam-jam yang tidak bisa dipercaya. Karikatur tahun tigapuluhan pernah menunjukkan gambar seorang pemburu menyandang sepucuk senapan, yang ketika picunya ditarik maka larasnya menggembung. Capnya: made in Japan (bikinan Jepang).

Tetapi tiba-tiba orang Jepang tergila-gila pada perlombaan matematika dan fisika. Ujian-ujian di berbagai universitas menjadi sangat berat dan terjadi persaingan mati-matian. Ini menghasilkan orang-orang yang pandai. Di Pusat Penelitian Sony, jejak kaki para direktur yang sukses dicetakkan di atas tanah, seperti halnya jejak kaki para bintang Hollywood di studio MGM.
Saingan istrinya sebuah komputer

Sama dengan majikannya, Makoto Kikuchi direktur baru pada Pusat Penelitian Sony ini bisa berbahasa Inggris, dengan tujuan dapat berbicara dengan robotnya; sebuah "Apple" Amerika.
"Masih yang terbaik untuk saat ini," ucapnya jujur. Laki-laki berusia 45 tahun ini sebelumnya sudah sangat terkenal di Jepang sebagai ilmuwan yang paling mengagumkan dari Pusat Penelitian Negara. Ia mengkhususkan diri dalam microprocessor. Ia pindah ke Sony enam tahun yang lalu.

Dalam sebuah rumah yang amat kecil berbentuk bujur sangkar dan terbuat dari kertas minyak itulah ia tinggal bersama istrinya dan hidup dengan sederhana. Dengan kimononya dan berlutut di atas tikar Jepang, istrinya dengan setia menemani suaminya bermain dengan komputer.
Mottonya: Research Makes The Difference, menggambarkan keambisiusan Makoto Kikuchi. Motto ini ditulis pada truk-truk perusahaan dalam bahasa Inggris supaya menimbulkan kesan eksotis.

Ia punya rencana untuk beberapa tahun mendatang: membuat komputer yang bisa menguraikan bahasa percakapan orang Jepang supaya setiap orang Jepang dapat berbicara dengan komputer.

Dengan senang hati, dia mengundang 190 penyelidik datang ke pusat penelitiannya. Kata Makoto: "Sony memberikan 3,5 sampai 5% penghasilannya untuk penelitian." Tambahnya: "Sebelum ini saya bekerja di sebuah laboratorium di Amerika Serikat. Di Sony, cukup hanya satu jam bagi saya untuk memperoleh sebuah alat yang harganya setengah juta dolar. Saya lalu bisa menghargai perbedaan ini." Ia tetap seorang Jepang Tulen meskipun lama tinggal di Amerika Serikat.

Para peneliti Sony mempelajari sinar energi matahari, teknologi silikon dan lainnya. Tetapi bidang yang paling disukainya adalah semiconductor. Dia memulai segalanya dari nol pada tahun 1976.

Di perusahaan Sony, kaitan penelitian produksi dengan pemasaran merupakan satu keharusan yang permanen. Contohnya, setiap Minggu pagi Makoto sarapan bersama Akio Morita dan Direktur Marketingnya. Hubungan yang begitu wajar dan akrab antara peneliti dan pemimpin ini jarang sekali terjadi di Amerika maupun di Eropa.

Morita yang sudah begitu kebarat-baratan, yang kalau bermain golf memakai kemeja dan topi Amerika, tetap membungkukkan badan sampai ke tanah bila berjumpa dengan kawan. Dalam mobil ia memiliki telepon, televisi dan magnetoskop; tetapi ia tetap mengenakan seragam yang sama seperti 35.000 anggota Sony. Honda tidak memberi warisan kepada anak
Soichiro, 78 tahun, adalah pendiri Honda Motor. Ia juga mengenakan seragam karyawan biasa di perusahaan, kemeja dan topi putih. Dia lebih suka bekerja di bengkel, meskipun tersedia ruangan di setiap perusahaannya. Sebelum pecah perang, ia pernah menjadi montir biasa.
Sedikit demi sedikit ia turut meletakkan dasar perusahaan. Sekarang ia mengepalai 23.000 buruh dan membawahi 43 perusahaan di 28 negara (enam ada di Jepang).
Anak buahnya diberi kepercayaan total dan tanggung jawab pribadi atas apa yang dihasilkannya.
Soichiro tidak memiliki harta pribadi. Dia tinggal dalam sebuah rumah sederhana. Kegemarannya melukis di atas kain sutra dan bermain golf. Barangnya yang berharga cuma sebuah helikopter dan mobil biasa. Penghasilannya dipakai untuk penelitian dan bea siswa kaum muda. Dia bahkan tak memberi warisan kepada anak-anaknya.
"Warisan paling berharga yang dapat saya berikan adalah membiarkan mereka sanggup berusaha sendiri," katanya.

Hadiah untuk gagasan yang paling baik

Kyoto Ceramics adalah salah satu pabrik pembuat microchips (elemen-elemen kecil komputer) yang paling kuat di dunia.

Omset Kyoto Ceramics 400 juta dolar dan menghasilkan keuntungan luar biasa, 12% setelah dipotong pajak.

Ada tujuh buah perusahaan di Amerika Serikat dan tiga di Jepang. Inamori sang pemimpin, seperti juga Soichiro Honda dan Kaku pemimpin Canon, menganggap dirinya sebagai karyawan biasa. Selisih gaji direktur dan buruh baru di Jepang lebih kecil bila dibandingkan dengan di Eropa dan Amerika Serikat.

Cara hidup pemimpin Jepang sangat sederhana dibanding dengan rekan-rekan di Barat. Rasanya mereka memandang rendah kemewahan. Suatu barang harus ada fungsinya.
Bagaimana mereka bisa memegang prinsip sebaik itu?
Mari kita menengok ke Gamo, salah satu pabrik keramik di Kyoto. Kurang lebih 50 kilometer dari Kyoto. Di sini pada pukul delapan pagi seluruh karyawan Gamo berkumpul dalam ruang-ruang besar. Dari tiap ruang, di atas sebuah panggung seorang laki-laki meneriakkan: berdiri, bersiap, luruskan kaki dan istirahat. Ratusan laki-laki dan perempuan dalam seragam biru berdiri siap. Laki-laki lalu melaporkan hasil pekerjaan bulan lalu dan menambahkan delapan pesan produksi, tentang mutu, penurunan ongkos dan sebagainya.
Selesai laporan, dia memanggil lima orang maju ke depan. Mereka diberi hadiah, karena telah menyumbangkan gagasan yang paling baik, pada bulan sebelumnya. Di semua perusahaan Jepang, para insinyur dan buruh diundang menyumbangkan gagasan untuk lebih memajukan produktivitas, keamanan dan semua bidang yang berkaitan dengan kehidupan perusahaan.

Di Canon, setahun yang lalu, masuk sekitar 146.242 gagasan yang ternyata dapat menghemat lebih dari tujuh juta yen!

Sebulan sekali mereka berkumpul, memberi laporan pekerjaan selama ini, bertukar pengalaman dan mutu pekerjaan mereka.

Hadiah bagi gagasan mereka yang terpilih antara lain medali, jam tangan, tiket kereta atau pesawat terbang. Yang kurang berinisiatif tak akan mendapat apa-apa. Tak pernah terjadi seseorang mendapat sanksi negatif.

Setiap pekerja memiliki saham dan dividen dari perusahaan. Benar-benar merupakan perwujudan demokrasi yang didasarkan pada penghargaan hasil kerja dan atas hierarkinya. Di Jepang, persaingan ditumbuhkan sejak kanak-kanak. Keluaran sekolah bereputasi tinggi lebih mudah mendapatkan pekerjaan yang baik.

Di tiap perusahaan ada serikat buruh, yang setiap tahunnya mengorganisir pemogokan untuk memperoleh kenaikan gaji yang disebut Shunto. Tetapi Shunto ini cuma suatu upacara tradisi, bukan pemogokan seperti layaknya di Barat.

Robot membuat robot

Di kaki Gunung Fuji ada robot membuat robot. Robot-robot itu bekerja dengan diam-diam. Beberapa manusia membaca lembaran kertas besar yang keluar dari terminal robot.
Di Honda Motor Cie, di sebuah dusun dekat Tokyo, kita bisa melihat mobil yang di-assembling oleh robot, yang mematri 160 kali setiap detiknya. Grup-grup yang terdiri dari lima atau enam buruh memeriksa hasil kerja robot. Setiap buruh diizinkan menghentikan pekerjaan dengan cara menekan tombol merah, bila ada yang kurang beres.

Hasilnya: pada produksi akhir hanya ada 0,1% yang apkir, dibanding dengan 20% di Eropa. Di Sony, semua karyawannya teliti. Para majikan di Eropa memimpikan pabrik mereka bisa menyamai Jepang, dan mendambakan buruh-buruh yang serupa pula.

Di perusahaan Canon, Tuan Kaku yang adalah presiden direkturnya itu dan para buruhnya, saling menundukkan kepala mereka sama dalamnya. Percakapan antara mereka bisa membuat heran telinga-telinga Perancis.

Tuan Kaku menjelaskan secara mendetil target keuangan dan tehnik yang ingin dicapai perusahaan. Kepala serikat buruh Canon meyakinkan majikannya, keberhasilan Canon merupakan satu kepuasan bagi seluruh karyawan dan mereka ingin bekerja sama sepenuhnya bersama direksi.

Majikan-majikan Eropa sangat kagum melihat modernisasi Jepang. Kagum bukan hanya karena melihat sindikat-sindikat buruh dapat bekerja sama begitu baik dangan majikannya, tetapi juga melihat para majikan yang tak pernah memecat buruhnya itu.

Mereka melihat suatu industri di mana otomatisasi tidak menciptakan pengangguran, dan setiap buruh mau dan dapat memahami apa pun yang mereka lakukan. Mereka juga mendapat penjelasan mengenai jalannya perusahaan. Yang nampak di depan mereka adalah sebuah dunia, di mana disiplin yang mirip disiplin militer itu dapat berjalan berdampingan dengan rasa hormat pada setiap individu. Inilah rahasia kemajuan Jepang. (Paris Match/Intisari).

(Dicuplik dari email Bp. Mohamad Yunus (yunus@widatra.com)
Monday, July 07, 2008 4:52 PM
HRD & General Services Manager
PT Widatra Bhakti , Moderator I2)